Minggu, 26 Juni 2011

Eksotisme Sebuah Pendakian Merbabu





Terjalnya jurang justru mempercantiknya.

Itulah sebuah kalimat singkat yang mampu menggambarkan ciptaan Sang Khalik yang menyerupai gundukan tanah, tetapi dalam porsi yang lebih besar. Semua berawal dari keisenganku belaka. Saat semua kawan-kawan merencanakan sebuah pendakian dengan nama Motivasi Expedition. Gembel Motivasi, itulah sebutan buat kelompok pendakian yang terdiri dari 15 armada, DJ, Sigot, Tutut, Miswan, Desi, Huda, Ais Tambak sekeluarga, Andi Dwi H., Imron, Tyas, Hanif, Qodri, Bambang, dan saya. Entah dari mana asal usul gembel-gembel itu, unidentified. Saya pikir asal-usul dalam hal ini tidaklah menjadi sebuah hal yang penting, yang terpenting kita semua memunyai tujuan yang sama, back to nature by enjoying the way.

Saat itu Albaku menunjukkan pukul 16.45 WIB. Beberapa anggota Gembel, DJ, Bembi, Sigot menyiapkan semua keperluan ke dalam tas yang besar. Ya bisa dikatakan check and recheck. Membayangkan keadaan yang akan terjadi, saya menyempatkan diri untuk pulang. Ya, sekadar mengganti pakaian dan membersihkan badan. Secara cepat kembali ke base camp untuk persiapan, yang mengantarkanku pada pertemuan dengan Mbak Tutut dan Mbak Desi di tengah kendaraan yang tertata rapi.

Tanpa menyadarinya, jarum pendek telah berada di pertengahan 5 dan 6 yang diiringi dengan jarum panjang di menit ke 48. Semua siap meluncur. Tak ketinggalan foto bersama terlebih dahulu. Namun, gambar yang dihasilkan jelek. Entah karena sudah sore, kamera kurang bagus, atau memang yang memakai tak bisa mengoperasikan. Semuanya berangkat dengan pasangan masing-masing. Malam sudah semakin gelap, sang pencerah malam memang tak tampak, sudah kelewat batas waktunya. Sembari menunggu yang mengisi tangki, saya pun menukar eigerku dengan Tyas. Sleeping bag yang ku sangkutkan terasa mengganggu pandanganku saat menelusuri jalanan malam, terutama spion. Spion memang tak dilihat terus menerus, setidaknya bak kehidupan yang tak boleh menengok kebelakang. Spion hanya digunakan sekali-kali, tapi tak mengabaikan fungsi pentingnya.

Melalui Pangkalan TNI AU Adi Soemarmo, roda-roda itu menelusuri jalanan. Sampai pada akhirnya roda itu menginjak di jalan utama Solo-Semarang. Mobil dan motor di jalanan itu saling berteriak riuh rendah. Sedikit mengerikan memang, kondisi jalan yang sempit karena perbaikan. Kiri kanan lubang, truk, bus, motor semuanya berlalu lalang dan saling mendahului layaknya orang berlarian menyelamatkan diri.

Suara azan berkumandang, setidaknya suara itu menunjukkan bahwa hampir pukul 19.00 WIB. Serentak kami berhenti di seberang jalan dari Masjid Agung Boyolali sambil menunggu kawan yang masih menikmati perjalanan di belakang kami. Mendadak, sambil membawa Nokianya, mbak Desi mengatakan bahwa motor Qodri rusak dan tak bisa jalan. Ya, itulah trouble pertama yang dialami gembel-gembel Motivasi. Jadilah menunggu cukup lama karena memang Qodri yang berpasangan dengan Xerxes naik bus. Perlu diperkenalkan bahwa Xerxes adalah nama baratnya Miswantoro.

Because of we are one, so we feel happy together and also sad together. Haaa…

Saya, mas Hanif, mas Andi, mbak Desi, Tyas, Huda pun memutuskan untuk salat di Masjid Agung Boyolali sembari menunggu Qodri dan Xerxes muncul. Entah berapa menit lamanya kami menunggu sampai Qodri dan Xerxes muncul.

Yah, akhirnya mereka muncul. Rolling pasangan pun dilakukan. Qodri dipasangkan dengan mas Andi, Mis-one bersama mas Hanif, dan yang paling unik adalah trio DJ, Tutut, dan Desi. Semua siap, kendaraan bermotor siap take off. Sengaja dipilih kata take off karena memang jalananan selanjutnya menanjak layaknya pesawat yang siap take off haaaa… 

Hujan mengiringi perjalanan yang berliku. Sampai suatu saat menemukan jalan berkabut yang entah berapa jarak pandangnya. Kehilangan teman yang lain, itulah yang terjadi padaku dan Tyas. Sempat merinding juga, apalagi setelah dikasih tahu oleh penjaga counter saat kita memakai mantel bahwa habis ada perampokan saat pendakian. Beruntung di belakang masih ada Mas Andi dan Qodir. Mereka ketinggalan karena motor mas Andi macet. Motor selalu meminta istirahat dan ngambek saat dia kepanasan. Setelah beberapa saat berhenti dan motor mas Andi siap, kami mulai menembus kabut-kabut yang seolah siap menggelapkan perjalanan itu. Meter demi meter kami lalui sampai pada akhirnya kita berkumpul kembali di tempat makan sebelum melanjutkan ke basecamp I.

Melewati jalan yang menanjak dalam kondisi licin dan habis hujan itu sangat mengerikan. Ditambah lagi kiri dan kanan jalan adalah jurang terjal yang entah akan jadi apa ketika sampai terperosok di sana. Bubur mungkin. Bubur yang menyedihkan pastinya. Sempat beberapa kali hampir roboh yang menyebabkan mantel dan pembonceng terpaksa harus turun. Motor-motor berjalan beriringan untuk mencapai basecamp I. Namun sial, motor diurutan pertama selalu mogok sehingga menyebabkan yang lain berhenti di pertengahan jalan dan tertatih-tatih menjaga ketahanan agak tidak terperosok.
Akhirnya, setelah menikmati perjalanan yang penuh kekhawatiran, sampailah di Basecamp I. Rasanya seperti orang keluar dari penjara mungkin (karena belum dan tidak mau merasakan hotel prodeo). Salat, parkir motor, dan persiapan yang lain segera dilakukan. Pengecekan alat-alat pun dilakukan.

Pendakian ke Merbabu dari basecamp I dimulai pukul 22.20 WIB. Pasukan beruntun mulai memasuki kawasan hutan. Dengan komandan DJ dan pengaman Sigot, sedikit demi sedikit mulai mendaki. Beberapa kali sempat berhenti untuk minum dan memasang koyo. Jalanan seperti jalan baru atau memang jalan lama yang sudah tidak dilewati. Terkadang di kiri dan kanan adalah jurang. Semak belukar menjadi penghalang jalanan yang tak terelakkan. Namun, eksotisme itu menjadi semakin indah dengan diiringi sinar rembulan. Awalnya bulan sedikit mengintip, tetapi berhubung waktu enggan berhenti dan terus berjalan, bulan itu lama-lama memandang perjalanan kami dengan penuh sempurna. Sempat mendaki jurang yang terjal, membuat orang terpeleset, dan ternyata … salah jalan. Hahahahaha… Kami pun harus menuruni jurang kembali sampai menemukan jalan yang benar.

Setelah melewati Pos I, ternyata jalanan lebih ngeri, tetapi tetap eksotis. Semua menanjak, kiri kanan pohon. Namun, kita tak tahu bahwa ternyata yang tertutup pohon adalah jurang-jurang terjal yang tak teridentifikasi oleh cahaya rembulan. Perjalanan tetap berlanjut meski lebih sering berhenti karena memang kondisi anggota yang tak memungkinkan.

Setelah berjam-jam menikmati terjalnya jurang dan semak belukar, sampailah di jalan yang bisa dikatakan lebih menjanjikan daripada sebelumnya. Semak belukar pun masih menjadi kawan perjalanan yang setia. Setidaknya lebih indah karena di semak belukar itu, edelweiss yang menjadi ciri khas Merbabu sudah mulai menyapa saat kami lewat. Sebelum ngecamp pertama, jurang yang lebih terjal juga harus kami lalui.

Setelah melewati jurang itu akhirnya kami memutuskan untuk ngecamp di bawah sabana I. Bisa dibayangkan bagaimana eksotisnya ngecamp di atas gunung yang beratapkan langit langsung dan disinari cahaya rembulan. Bisa dirasakan pula bagaimana dinginnya udara yang menyerang tulang-tulang kami. Pemandangan di depan terlihat Gunung Merapi yang gagah dan ketika menengok ke bawah, lautan awan membentang berwarna putih laksana salju di pegunungan. Waktu malam itu sekitar pukul 01.57 dini hari. Kami bergegas tidur kecuali orang-orang yang kelaparan haaaa… .

Bangun pagi pukul 4.48 WIB. Salat, sarapan, dan yang pasti menyaksikan sunrise. Tak lupa foto. Warna orange mulai nampak dari ufuk timur. Menambah indahnya langit kala itu, apalagi awan-awan itu saling bergerombol seolah enggan untuk berpisah karena mempertahankan keindahan jika bersama dan bersatu.

07.50 WIB kami mulai pendakian lagi. Di depan mata sudah tampak jurang, tetapi tak begitu ekstrem pikirku. Namun, dibalik jurang itu ternyata ada lembah dan jurang lagi. Jurang yang kedua ini lebih ekstrem. Biasanya saya bisa mendaki tanpa harus berpegangan. Namun, di jurang ini sangat mengkhawatirkan, saya harus berpegangan, bahkan akar-akar rumput dan sesekali saling tarik menarik dengan kawan. Jurang ini tepatnya di atas batu tulis. Hampir tegak lurus ketinggiannya. Kadang berpikir, “Kalau sampai massa tasku lebih berat dari keseimbangan badanku maka entahlah apa yang akan terjadi. Just God know about it.” Jurang itu memiliki jalan setapak. Kiri kanannya juga jurang yang merupakan bekas air mengalir. Hanya akar-akar rumput yang dapat digunakan untuk berpegangan.

Setelah melewati jurang itu maka kami berhenti sebentar untuk beristirahat. Pada akhirnya, kelompok ini menjadi dua bagian. Satu kelompok meniti jalan dahulu dan kelompok yang lain masih di bawah karena memang ada personel yang tidur (DJ, red)
Sebelum sampai sabana II, kami sempat beristirahat. Sekadar melepas lelah dan makan biscuit. Foto-foto juga di sabana II. Lanjut perjalanan, mendaki lagi sebelum sabana III… .

Yeah, Sabana III di depan mata. Indah sekali dan menajubkan, seperti wallpaper windows kataku. Cocok untuk menari-nari India karena memang chaiya-chaiya sedang booming di Indonesia hahaha  Atau foto prewedd untuk yang memang mau menikah. Waktu menunjukkan pukul 11.33 WIB.

Perjalanan dilanjutkan kembali setelah foto-foto, namun sayang, tidak semua pasukan ikut mendaki ke puncak karena memang kondisi badannya yang tidak memungkinkan. Di tanjakan terakhir yang harus kami daki ini justru indahnya langit sangat tak dapat disangkal. Subhanallah atas segala ciptaan-Mu. Jurang-jurang terjal begitu dalam. Awan-awan pun menghiasi jurang-jurang itu. Lautan awan membentang begitu luas bagai kapas yang dijemur di lapangan. Rombongan Gembel-gembel ini sampai di puncak sekitar pukul 13.10 WIB di Puncak Sarif. Jelas, awan-awan terlihat, gunung-gunung disamping juga terlihat indah. Ya, kami berada di puncak. Indah, takjub, can’t describe by words. Makan dan foto-foto. Roti, telur asin, air putih itulah menu kami. Pukul 13.45 WIB kamu lanjut ke Puncak Kentengsongo.

Pukul 14.00 WIB kami mulai menuruni lembah lagi dan beristirahat di Sabana III. Pukul 16.15 WIB kami mulai menyusuri jalan untuk turun dari Gunung Merbabu. Melewati jalan yang berbeda dari jalan saat naik ke gunung. Yaaaaaa, akhirnya setelah sering istirahat di jalan, sampailah juga di basecamp lagi pukul 21.20 WIB.

Good bye Merbabu. Wish that I can meet you again for next time. Thanks for your beautiful landscape. Thanks for our Gembel who ask me to join. Keep always our friends in our life    Don’t give up for everything.

Sincerely,
Miko