Selasa, 19 Oktober 2010

Makalah Psikolinguistik

GANGGUAN BERBAHASA



Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Psikolinguistik
Dosen Pengampu : Atikah Anindyarini, S.S., M.Hum.

Oleh:
Cheney Christ S. K1208004
Norma Kusmintayu K1208009
Ellysa Wahyuning C. K1208025
Helmi Rian F. K1208026
Jatmiko K1208028
Amiliya Setiya R. H. K1208063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Berbahasa merupakan proses mengomunikasikan bahasa tersebut. Proses berbahasa sendiri memerlukan pikiran dan perasaan yang dilakukan oleh otak manusia untuk menghasilkan kata-kata atau kalimat. Secara teoritis proses berbahasa dimulai dengan enkode semantik, enkode gramatika dan enkode fonologi. Enkode semantik dan enkode gramatika berlangsung dalam otak, sedangkan enkode fonologi dimulai dari otak lalu diteruskan pelaksanaannya oleh alat-alat bicara yang melibatkan sistem syaraf otak bicara. Ketiga enkode tersebut berkaitan dalam kegiatan produksi bahasa seseorang yang juga berkaitan erat dengan hubungan antara otak dan organ bicara seseorang.
Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, baik produktif maupun reseptif. Jadi, kemampuan berbahasa terganggu. Gangguan-gangguan berbahasa tersebut sebenarnya akan sangat mempengaruhi proses berkomunikasi dan berbahasa. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan adanya gangguan berbahasa, kemudian factor-faktor tersebut akan menimbulkan gangguan berbahasa. Maka dari itu, dalam makalah ini akan dijabarkan macam gangguan berbahasa yang sering dialami manusia berserta factor-faktor yang menyebakannya.

B. Rumusan masalah
Makalah ini memiliki rumusan masalah apa sajakah yang termasuk gangguan berbahasa?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui macam gangguan dalam berbahasa.

D. Manfaat
a. Manfaat Praktis
Menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dalam bidang psikolinguistik terutama yang menyangkut masalah gangguan berbahasa.
b. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah referensi dalam bidang psikolinguistik.
















II
PEMBAHASAN

Gangguan berbahasa dalam makalah ini dibagi menjadi dua bagian:
1. Faktor medis.
2. Faktor lingkungan sosial.
a) Gangguan Faktor Medis
Yang dimaksud dengan faktor medis adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsi otak maupun akibat kelainan alat-alat bicara. Menurut Sidharta (1984) gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas tiga golongan, yaitu: a) Gangguan berbicara, b) Ganguan berbahasa, dan c) Gangguan berpikir.
1) Gangguan Berbicara
Berbicara merupakan aktifitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Oleh karena itu, gangguan berbicara ini dapat tiga kategori. Pertama, gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organic. Kedua, gangguan berbicara psikogenik, dan ketiga gangguan akibat multifaktorial.
Pertama Gangguan Mekanisme Berbicara. Proses berbicara adalah suatu proses produksi ucapan (percakapan) oleh kegiatan terpadu dari pita suara, otot-otot yang membentuk rongga mulut serta kerongkongan dan paru-paru. Maka gangguan berbicara berdasarkan mekanismenya ini dapat dirinci menjadi gangguan berbicara disebabkan kelainan pada paru-paru (pulmonal), pada pita suara (laringal) pada lidah (lingual), pada rongga mulut dan kerongkongan (resonantal).



• Gangguan akibar faktor pulmonal.
Gangguan ini dialami oleh para penderita paru-paru. Para penderita penyakit paru-paru ini kekuatan bernafasnya sangat kurang sehingga bicaranya diwarnai oleh nada yang monoton, volume suara kecil, dan terputus-putus.
• Gangguan Akibat Faktor Laringal.
Gangguan pada pita suara sehingga suara menjadi serak atau hilang sama sekali.
• Gangguan Akibat Faktor Lingual.
Lidah yang terluka akan terasa perih jika di gerakan. Untuk mencegah timbulnya rasa pedih aktifitas lidah di kurangi. Dalam keadaan ini maka pengucapan sejumlah fonem menjadi tidak sempurna.
• Gangguan akibat factor resonansi
Menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi bersengau. Hal ini terjadi juga pada orang yang mengalami kelumpuhan pada langit-langit lunak (velum), rongga langit-langit itu tidak memberikan resonansi yang seharusnya, sehingga suaranya menjadi bersengau.
Kedua, Gangguan Berbicara Psikogenik. Gangguan ini sebenarnya tidak bisa disebut sebagai gangguan berbicara. Mungkin lebih tepatnya disebut sebagai variasi cara berbicara yang normal, tetapi merupakan ungkapan dari gangguan di bidang mental. Modalitas mental yang tertangkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara. Gangguan ini antara lain:
1. Berbicara manja
Disebut berbicara manja karena cara bicaranya seperti anak kecil. Jadi ada kesan anak (orang) yang melakukannya meminta perhatian untuk dimanja. Umpamanya, anak-anak yang baru terjatuh, terluka, atau mendapat kecelakaan, terdengar adanya perubahan pada cara berbicaranya. Fonem bunyi [s] dilafalkan menjadi [c] sehingga kalimat ”Saya sakit, jadi tidak mau minum susu atau makan” akan diucapkan menjadi ”Caya cakit, tidak mau minum cucu atau makan”. Dengan berbicara demikian dia mengungkapkan keinginan untuk dimanja. Gejala seperti ini kita dapati juga pada orangtua pikun atau jompo (biasanya wanita).
2. Berbicara kemayu
Berbicara kemayu berkaitan dengan perangai kewanitaan yang berlebihan. Jika seorang pria bersifat atau bertingkah laku kemayu jelas sekali gambaran yang dimaksudkan oleh istilah tersebut. Berbicara kemayu dicirikan oleh gerak bibir dan lidah yang menonjol atau lemah gemulai. Meskipun berbicara seperti ini bukan suatu gangguan ekspresi bahasa, tetapi dapat dipandang sebagai sindrom fonologik yang mengungkapkan gangguan identitas kelamin terutama yang dilanda adalah kaum pria.
3. Berbicara gagap
Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan. Apa yang menyebabkan terjadinya gagap ini masih belum diketahui secara pasti, tetapi hal-hal berikut dianggap mempunyai peranan penting penyebab terjadinya gagap diantaranya:
a. Faktor stres dalam kehidupan berkeluarga
b. Pendidikan anak yang dilakukan secara keras dan ketat, dengan membentak-bentak; serta tidak mengizinkan anak berargumentasi dan membantah.
c. Adanya kerusakan pada belahan otak (hemisfer) yang dominan.
d. Faktor neurotik famial.
4. Berbicara latah
Latah sering disamakan dengan ekolalla, yaitu perbuatan membeo, atau menirukan apa yang dikatakan orang lain; tetapi sebenarnya latah adalah suatu sindrom yang terdiri atas curah verbal repetitif yang bersifat jorok (koprolalla) dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing. Koprolalla pada latah ini berorientasi pada alat kelamin laki-laki. Yang sering dihinggapi penyakit latah ini adalah orang perempuan berumur 40 tahun ke atas. Awal mula timbulnya latah ini, menurut mereka yang terserang latah, adalah ketika bermimpi melihat banyak sekali penis lelaki yang sebesar dan sepanjang belut. Latah ini punya korelasi dengan kepribadian histeris. Kelatahan ini merupakan ”excuse” atau alasan untuk dapat berbicara dan bertingkahlaku porno, yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual.
Ketiga, Gangguan Akibat Multifaktorial. Gangguan timbul antara lain:
1. Berbicara serampangan
Adalah berbicara dengan cepat sekali, dengan artikulasi yang rusak, ditambah dengan mempermainkan suku kata sehingga sulit sekali dipahami. Contohnya orang yang mengucapkan “kemarin pagi saya sudah beberapa kali ke sini” dengan “ kemary sdada berali ksni”. Hal ini disebabkan oleh kerusakan serebelum atau terjadi setelah terkena kelumpuhan ringan setengah badan.
2. Berbicara propulsif
Biasanya terjadi pada penderita parkinson (kerusakan pada otak yang menyebabkan otot menjadi gemetar, kaku dan lemah). Elastisitas terganggu karena elastisitas otot lidah, wajah, dan pita suara lenyap. Akibatnya volume suara kecil, tersendat-sendat dan iramanya datar (monoton).
3. Berbicara mutis
Penderita gangguan ini tidak berbicara sama sekali. Mutisme ini sebenarnya bukan hanya tidak dapat berkomunikasi secara visual maupun isyarat, seperti dengan gerak-gerik dan sebagainya. Namun mutisme tidak bisa disamakan dengan orang bisu. Ada tiga perbedaan penderita kebisuan. Pertama, karena kerusakan atau kelainan alat artikulasi namun alat dengarnya normal. Kedua, karena kerusakan alat artikulasi dan alat dengarnya. Ketiga, karena kerusakan alat dengarnya, namun alat artikulasinya normal.

2) Gangguan Berbahasa
Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Anak-anak yang lahir dengan alat artikulasi dan auditori yang normal akan dapat mendengar kata-kata melalui telinganya dengan baik dan juga akan dapat menirukan kata-kata itu.
Untuk dapat berbahasa diperlukan kemampuan mengeluarkan kata-kata. Ini berarti, daerah Broca (gudang tempat menyimpan sandi ekspresi kata-kata dalam otak) harus berfungsi dengan baik. Kerusakan pada daerah tersebut dan sekitarnya menyebabkan terjadinya gangguan bahasa yang disebut afasia. Berikut adalah jenis-jenis afasia.
1. Afasia motorik kortikal
Adalah hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran dengan menggunakan perkataan. Penderitanya masih mengerti bahasa lisan dan tulisan, namun ekspresi verbal tidak bisa sama sekali.
2. Afasia motorik subkortal
Terjadi karena kerusakan bagian bawah Broca. Penderitanya tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya dengan menggunakan perkataan, tetapi masih bisa berekspresi verbal dengan membeo.
3. Afasia motorik transkortikal
Terjadi karena hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi bahasa terganggu. Penderitanya dapat mengutarakan perkataan, namun hanya singkat dengan perkataan subtitusinya.
4. Afasia sensorik
Kerusakan karenanya dapat menyebabkan bukan saja pengertian dari apa yang didengar terganggu, tetapi juga pengertian dari apa yang dilihat ikut terganggu.

3) Gangguan Berfikir
Ganguan ekspresi verbal sebagai akibat dari gangguan pikiran dapat berupa :
 Pikun, yaitu suatu penurunan daya ingat dan daya pikir lainnya yang dari hari ke hari semakin buruk. Penyebabnya antara lain terganggunya fungsi otak dalam jumlah besar, temasuk menurunnya zat-zat kimia dalam otak, juga dapat disebabkan oleh penyakit stroke, tumor otak, depresi, dan gangguan sistematik lainnya.
 Sisofernik, yaitu gangguan berbahasa akibat gangguan berpikir.
 Depresif, orang yang tertekan jiwanya memproyeksikan penderitaannya pada gaya bahasa dan ekspresi verbalnya. Volume ekspresi verbalnya lemah lembut dan terputus-putus oleh interval yang cukup panjang.


b) Gangguan Faktor Sosial
Yang dimaksud dengan akibat faktor sosial adalah keterasingan seorang anak, secara aspek biologis seorang anak tersebut bisa berbahasa normal. Akan tetapi keterasingannya disebabkan karena diperlakukan dengan sengaja (sebagai eksperimen) bisa juga karena hidup bukan dalam alam lingkungan manusia, melainkan dipelihara oleh serigala atau monyet, seperti kasus Kamala dan Mougli.
Anak yang terasing tidak sama dengan anak tuli. Anak tuli masih bisa hidup dalam masyarakat. Maka, meskipun dia terasing dari kontak bahasa, tetapi dia masih bisa berkomunikasi dengan orang di sekitaranya. Sedangkan anak terasing menjadi tidak bisa berkomunikasi dengan manusia karena dia tidak pernah mendengar suara ujaran manusia.
Jadi, anak terasing karena tidak ada orang yang mengajak dan diajak berbicara, tidak mungkin dapat berbahasa. Karena dia sama sekali terasing dari kehidupan manusia dan sosial masyarakat. Maka, sebenarnya anak terasing yang tidak punya kontak dengan manusia bukanlah lagi manusia, sebab manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Otaknya tidak berkembang sepenuhnya, tidak dapat berfungsi dalam masyarakat manusia, dan akhirnya menjadi tidak mampu menjadi manusia normal setelah beberapa tahun.
Anak terasing tidak sama dengan anak primitif, sebab orang primitif masih hidup dalam suatu masyarakat. Meskipun taraf kebudayaannya sangat rendah, tetapi tetap dalam suatu lingkungan sosial. Anak-anak mempunyai segala kemungkinan untuk menjadi manusia hanya selama masa anak-anak, selepas umur tujuh tahun anak itu tak dapat dididik untuk mempelajari kebudayaan yang lebih tinggi.



III
PENUTUP

A. Simpulan
Gangguan berbahasa dalam makalah ini dibagi menjadi dua bagian:
1. Faktor medis.
Yang dimaksud dengan faktor medis adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsi otak maupun akibat kelainan alat-alat bicara. Menurut Sidharta (1984) gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas tiga golongan, yaitu:
a) Gangguan berbicara
Gangguan berbicara ini dapat tiga kategori.
i) Gangguan mekanisme berbicara
- Gangguan akibar faktor pulmonal.
- Gangguan Akibat Faktor Laringal.
- Gangguan Akibat Faktor Lingual.
- Gangguan akibat factor resonansi
ii) Gangguan berbicara psikogenik, antara lain:
- Berbicara manja
- Berbicara kemayu
- Berbicara gagap
- Berbicara latah
iii) Gangguan akibat multifaktorial. Gangguan yang timbul antara lain:
- Berbicara serampangan
- Berbicara propulsive
- Berbicara mutis



b) Ganguan berbahasa.
Kerusakan pada daerah Broca dan sekitarnya menyebabkan terjadinya gangguan bahasa yang disebut afasia. Berikut adalah jenis-jenis afasia.
- Afasia motorik kortikal
- Afasia motorik subkortal
- Afasia motorik transkortikal
- Afasia sensorik
c) Gangguan berpikir.
Ganguan ekspresi verbal sebagai akibat dari gangguan pikiran dapat berupa :
- Pikun
- Sisofernik
- Depresif,
2. Faktor lingkungan sosial
Adalah keterasingan seorang anak, secara aspek biologis seorang anak tersebut bisa berbahasa normal. Akan tetapi keterasingannya disebabkan karena diperlakukan dengan sengaja (sebagai eksperimen) bisa juga karena hidup bukan dalam alam lingkungan manusia, melainkan dipelihara oleh sesuatu yang lain.
Anak terasing karena tidak ada orang yang mengajak dan diajak berbicara, tidak mungkin dapat berbahasa. Karena dia sama sekali terasing dari kehidupan manusia dan sosial masyarakat. Maka, sebenarnya anak terasing yang tidak punya kontak dengan manusia bukanlah lagi manusia, sebab manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Otaknya tidak berkembang sepenuhnya, tidak dapat berfungsi dalam masyarakat manusia, dan akhirnya menjadi tidak mampu menjadi manusia normal setelah beberapa tahun.

























DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul, 2009, Psikolinguistik Kajian Teoritik, Jakarta; PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Abdurrachman dkk. 2009. Gangguan Berbahasa.Diakses dalam http://humbud.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=349:gangguan-berbahasa&catid=117:psycholinguistik&Itemid=105 tanggal 04 Oktober 2010 pukul 20.15.

1 komentar:

  1. makasih banget mas miko :)
    nice blog,, minimalis tapi isinya hot :)

    keep posting deh

    BalasHapus